«» Happiness «»

Happiness

Author :

Me aka Reni Yunhae Uknow

Main Cast :

Hwang Seulra

Lee Hyukjae

Genre :

Drama-Romance / Straight

Rated : PG-16

Length : OneShoot

Disclaimer :

Plot, ide cerita cmn milik author, kagak ada yang boleh protes!

*langsung di tendang ke surga(?)*

Perhatian!!! Membaca ff ini bisa menyebabkan muntah kodok(?), mata mulas(?), perut pusing(?), dan kepala iritasi berat(?). Jika sakit berlanjut hubungi Rumah Sakit Jiwa wkakaka…

*Langsung dimutilasi massa*

============ < ®®® > ============

~Hwang Seulra Pov~

Mataku masih tertutup rapat namun bisa kudengar suara deburan ombak yang terus menemani semua mimpi indahku. Aku mengeliat pelan, perlahan kubuka kedua mataku, dan saat itu juga sudut bibirku tertarik hingga membentuk sebuah senyuman. Tanpa sadar tanganku telah terulur, menelusuri garis wajah namja di sampingku yang masih terlelap dalam mimpi panjangnya, dan buru-buru kutarik tanganku saat mendengar suara erangan kecil darinya, benar-benar perbuatan konyol yang membuatku terkekeh pelan.

Dengan hati-hati aku menarik selimut, meraih gaun tidur yang tergeletak begitu saja di lantai. Detik itu juga kau mendesah berat saat menyadari ternyata gaunku tidak bisa tertolong lagi, padah itu adalah gaun tidur terakhir yang kubawa. Aku menyipitkan mata, mengalihkan pandanganku pada namja disampingku, dan baru kusadari… ternyata wajah itu mampu membuat rasa kesalku sirna dalam hitungan detik. Kugelengkan kepalaku, lama-lama berada di dekatnya rasanya… bisa membuat otakku mengalami penurunan drastis, jadi… kuputuskan untuk beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi.

 

============ < ®®® > ============

 

Ckelekkk…

Aku keluar sambil mengeringkan rambutku dengan handuk, menenangkan pikiran di kamar mandi ternyata mempunyai efek ‘kesegaran’ tersendiri. Entah mendapat perintah otak bagian mana tiba-tiba saja pandangan mataku kembali tertuju pada tempat tidur, dan hatiku kembali bergetar saat melihat wajah damai yang masih terbuai oleh mimpi indahnya.

Perlahan aku berjalan ke arah satu-satunya jendela besar di kamar ini, kusibak gorden -dengan warna putih bersih-, membuka jendela lebar-lebar, dan detik itu juga kurasakan hembusan aingin laut yang bercampur dengan bau garam. Ya, dari sini terpampang jelas pemandangan lautan biru yang membentang luas hingga menembus cakrawala. Pandanganku sedikit menerawang, berusaha mengingat kembali perjalanan hidup yang selama ini telah kulalui hingga pada akhirnya… aku bisa mencapai titik ini.

~Flashback~

Dingin…

Pagi ini udara di Seoul masih belum berubah, dingin yang merasuk hingga ke sum-sum tulang. Dengan cepat kusambar tasku, dan beranjak turun ke lantai bawah.

“Pagi sayang…” sapa Eomma begitu melihatku berdiri diambang pintu ruang makan.

Kusunggingkan senyum manis, “Pagi Eomma, pagi Appa.” tanpa mengalihkan pandangan dari koran yang dibacanya Appa menyodorkan pipinya yang dengan cepat kukecup ringan.

“Kau ada jadwal kuliah pagi hari ini?” tanya Eomma yang masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya, apalagi kalau bukan mengoleskan selai di atas roti.

“Sebenarnya tidak ada, tapi aku harus pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas kelompok.”

“Appa dengar kau mengancam supir Han.” aku terdiam, menundukkan kepala dalam-dalam. “Hebat sekali, ternyata Nona Hwang kita sudah berani mengancam pegawai?” suara berat Appa yang penuh dengan nada sarkastik membuatku serasa mati-kutu.

“Ra-ya…” suara lembut Eomma membuyarkan sedikit lamunanku. “Angkat kepalamu, kami tidak pernah mengajarkanmu menjadi orang tidak bertanggung jawab bukan?”

Kuhela napas pelan. “Aku… tidak membutuhkan supir ataupun pengawal untuk menjagaku.”

“Sayang, kami hanya berusaha untuk melin…”

“Aku sudah 19 tahun itu artinya aku sudah dewasa.” selaku cepat.

“Tapi bagiku kau tetap saja seperti anak kecil.” desis Appa.

“Sampai kapan kalian akan memperlakukanku seperti ini?”

“Ra-ya, mengertilah… semua ini kami lakukan hanya demi keselamatanmu.”

“Bisakah kalian juga mengerti diriku? Selama ini aku hanya diam, tapi sejujurnya… aku juga butuh kebebasan, aku bahkan tidak pernah meminta untuk menjadi Hwang Seulra.” dengan cepat aku berlari keluar dari rumah, air mataku meluncur deras.

Memang apa hebatnya menjadi Hwang Seulra, putri salah satu pengusaha terkaya di Seoul?

Apa hebatnya jika harus merasa tertekan karena selalu diawasi?

Dan… apa salah jika aku hanya ingin sedikit saja rasa ‘percaya’ dari kedua orang tuaku?

 

============ < ®®® > ============

 

Aku duduk di salah satu kursi halte bus, menarik napas dalam-dalam, tyernyata… bertengkar dengan kedua orang tuaku bukan sesuatu yang mudah. Pasalnya selama ini aku adalah Hwang Seulra yang selalu patuh dengan semua perintah mereka.

Brukkk…

Aku tersentak saat mendengar suara debaman keras, dengan cepat kuputar kepalaku, di sana, di ujung kursi yang kududuki, kulihat seorang namja tengah tersungkur di atas tanah, dan secara refleks aku berlari menghampirinya.

“Anda baik-baik saja?” tanyaku sambil mengulurkan tangan. Namja itu mendongak, dan kesan pertama yang kudapat adalah… dia namja lucu dengan bentuk wajah yang tidak kalah lucu.

“Terima kasih.” ucapnya sedikit terbata. “Benar-benar memalukan.” gumamnya pelan namun masih bisa kudengar dengan jelas.

“Pakai saja ini.” seruku sambil menyodorkan sapu tangan biru laut kesayanganku.

Sedikit ragu tapi pada akhirnya namja itu menerima sapu tanganku, dan dengan cepat ia gunakan untuk membersihkan wajahnya.

 

============ < ®®® > ============

 

“Seulra,” kurasakan sebuah sengolan ringan pada lenganku, aku menoleh, menatap wajah Min Hee-Ra, sahabatku.

“Apa?”

Hee-Ra mengedikkan dagunya, “Lihat itu, Choi Cha-Cha dan Lee Sungmin.”

Aku mengikuti arah pandangnya, “Memangnya kenapa?”

“Kudengar mereka sudah resmi menjalin hubungan.” bisa kudengar suara helaan napasnya. “Apa kau tidak merasa Cha-Cha begitu beruntung?” kumiringkan kepalaku, “Dia yeoja yang cantik, memiliki seorang Oppa yang tampan, dan sekarang? Namja super cute seantero kampus menjadi namjachingunya? Arghhh… pasti membahagiakan jika menjadi seorang Choi Cha-Cha.”

Aku tersenyum tipis. “Memangnya kau tidak bahagia dengan hidupmu?”

“Bukannya tidak bahagia, hanya saja… sedikit kurang bahagia karena kehidupanku yang terkesan monoton.” aku menatap wajah Hee-Ra, apa semua orang juga merasakan hal yang sama? Cemburu dengan kehidupan oarng lain? “Seulra…”

“Hemmm…?”

“Apa menjadi Hwang Seulra itu enak?”

“Mau mencobanya?”

“Tidak juga, aku kan hanya bertanya.”

Aku diam, pertanyaan Hee-Ra membuatku sedikit merenung, apa aku sudah cukup bahagia menjadi seorang Hwang Seulra?

 

============ < ®®® > ============

 

Aku duduk di dalam bus, dekat jendela. Pikiranku menerawang mengingat kata-kata Appa.

“Untuk kali ini Appa akan memenuhi keinginanmu, dan menarik kembali semua penjagaan atas dirimu. Tapi ingat Appa akan memberikan pengawalan yang lebih ketat jika ternyata kau… sedikit saja membuat ‘ulah’. Jadi, selagi bisa nikmatilah ‘kebebasanmu’.

Citttt…

Aku tersentak, dan dengan sigap menjadikan tanganku sebagai tumpuan saat tiba-tiba bus yang kutumpangi mengerem secara mendadak.

Dukkk…

“Auwwww…” suara seorang namja yang duduk di seberangku. Untuk sepersekian detik aku memperhatikan wajahnya, dan oh… dia namja tempo hari. “Eh?” namja itu menggaruk-garuk kepalanya, terlihat bingung dengan keadaan sekitar, aku tahu sebabnya dia pasti habis tertidur. “Mwo? Di mana ini? Bukankah seharusnya aku turun di… aish…” namja itu mengeram frustasi, berjalan menghampiri sisi kemudi. “Pak supir bisakah aku turun di sini?”

“Apa kau sudah gila anak muda? Mana mungkin aku bisa menurunkanmu di sini?”

“Tapi aku benar-benar harus turun.”

“Tunggulah sampai pemberhentian berikutnya.”

“Ayolah pak, waktuku sangat mendesak, aku harus turun sekarang juga.”

“Kau pikir ini jalanan nenek moyangmu? Duduk dan tunggu sampai pemberhentian berikutnya!”

Aku berusaha mengulum senyum saat melihatnya berjalan dengan lunglai -kembali ke tempat duduknya-, bentakkan dari supir bus benar-benar membuatnya tidak berkutik.

“Jihee pasti akan membunuhku!” desisinya frustasi.

 

============ < ®®® > ============

 

Aku membelalakkan mata saat melihat namja itu berjalan beriringan dengan dosen Shin di depan kelas, tidak kusangka ternyata kami satu universitas.

“Namanya Lee Hyukjae, dia adalah asisten pembimbing untuk pratikum kalian berikutnya.”

Eh? Apa dosen Shin tidak salah orang?

“Hei Seulra, bagaiman menurutmu?” bisik Hee-Ra.

“Apanya?” tanyaku juga dengan berbisik.

“Dia, Lee Hyukjae. Kudengar dia adalah mahasiswa tingkat akhir dengan prestasi yang mengagumkan.”

Kunaikkan sebelah alisku. “Benarkah?”

“Dan kudengar dia juga memiliki semacam fans club di sini.”

Aku membelalakkan mata lebar. “Tidak Mungkin…?!”

“Nona Hwang, ada yang ingin anda tanyakan?” teguran dari dosen Shin membuat seluruh mata menatap ke arahku, termasuk mata itu.

“Tidak ada… Songsanim…” jawabku pelan.

“Baiklah, kita lanjutkan…” kata-kata dosen Shin tidak lagi terdengar oleh indera pendengaranku karena saat ini pikiranku tengah dialihkan oleh tatapan mata dari namja itu.

 

============ < ®®® > ============

 

Aku berlari di sepanjang koridor kampus.

Sialan, si Hee-Ra bodoh itu meninggalkanku begitu saja di toko buku karena melihat namja yang menurutnya ‘manis’? Dan sekarang tiba-tiba saja dosen Park memajukan jam kuliahnya? Aish… benar-benar menyebalkan!

Langkah kakiku terhenti karena sebuah suara music yang cukup menyita pendengaranku. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, mengendap-endap demi melihat sebuah ruangan yang sedikit terbuka. Dan saat itu juga rasanya otakku menjadi buntu, mataku tidak bisa lepas dari sosok seorang namja yang tengah menari dengan sangat indah mengikuti tiap alunan music.

Jujur, aku tidak pernah menyangka seorang Lee Hyukjae ternyata mempunyai banyak sekali keistimewaan yang tersembunyi.

 

============ < ®®® > ============

 

Kubuka mataku pelan, detik itu juga aku tersentak menyadari keadaanku yang tidak wajar -dengan tangan dan kaki yang diikat dan mulut yang tertutup lakban-. Aku ingat sekarang tadi pagi saat berjalan menuju halte bus tiba-tiba saja ada seseorang yang membekapku dari belakang, dan beberapa saat kemudian kesadaranku mulai hilang.

“Cukup suruh orang untuk menaruh uang itu di tempat yang sudah kukatakan, dan putrimu akan selamat sampai di rumah.” Ya Tuhan… aku di culik? Kembali kupejamkan mata, mendengar suara-suara yang ada di sekitarku. “Tenang saja, putri masih dalam keadaan baik-baik saja. Tapi… aku tidak bisa menjamin.” entah mengapa suara tawa itu membuatku ingin muntah.

“Bagaimana keadaannya?”

“Dia masih tidak sadarkan diri, bos.”

“Jaga dia baik-baik, aku akan pergi sebentar.”

 

Aku masih meringkuk, berpura-pura pingsan, ayo Seulra pikirkan cara untuk kabur dari sini!

Bukkk…

Bukkk…

Brakkk…

Kuberanikan diri untuk membuka mata saat mendengar suara gaduh tidak jauh dariku.

“Seulra.” suara itu… “Seulra, bagaiman keadaanmu?” mataku mulai berkaca-kaca hingga membuatku tidak bisa melihat jelas wajah namja di hadapanku saat ini. “Kita harus segera pergi dari sini.” desisnya dan dengan cepat melepaskan tali yang mengikatku. “Kau bisa jalan?” aku hanya bisa mengangguk pelan.

 

============ < ®®® > ============

 

Aku mendongak, menatap langit biru dari jendela kamarku.

Sudah tiga hari aku tidak keluar dari rumah -sedikit merasa trauma-, Appa benar-benar menepati janjinya dengan memberiku pengawalan yang lebih ketat. Tapi dibalik itu semua… sejujurnya aku merasa beruntung karena ada Lee Hyukjae yang telah menolongku. Kalau saja dia tidak melihatku -yang di tarik paksa masuk ke dalam sebuah mobil- entah apa yang akan terjadi padaku sekarang.

Tok… Tokk… Tokkk…

Kualihkan pandangan kea rah pintu, “Masuk.”

Ckelekkk…

Rasanya napasku tercekat, sudah tiga hari aku tidak melihatnya dan sekarang aku disuguhi dengan pemandangan memilukan?

“Hai, bagaimana keadaanmu, Seulra-ssi?” aku diam, menatapnya nanar. “Kenapa melihatku seperti itu? Aku tahu, kau pasti merasa terharu karena melihat wajah penyelamatmu bukan?”

“Lee Hyukjae-ssi.” panggilku dnegan nada sedikit gemetar. “Kau… wajahmu… kenapa dipenuhi luka lebam seperti ini?” tanganku terulur, menyentuh wajahnya dan hal itu mampu membuatnya meringis. “Maaf.” ucapku cepat. Melihatnya terluka seperti ini ternyata mampu membuat hatiku terasa perih, seolah tercabik-cabik oleh ratusan pisau yang kasat mata. “Kenapa? Kenapa kau menolongku? Kenapa tidak mempedulikan keselamatnya hingga akhirnya membuatmu seperti ini?”

Kulihat dia tersenyum simpul, “Haruskah aku menjawabnya?”

“Tentu saja, bodoh!”

“Memangnya apalagi yang bisa kulakukan saat melihat orang yang kusukai berada dalam bahaya?” detik itu juga mataku melebar sempurna. “Ya, aku menyukai seorang yeoja yang dengan penuh ketulusan mengulurkan tangannya padaku, meminjamkan sapu tangannya -yang mungkin sangat berharga- padaku, yeoja pendiam yang memiliki mata jernih seperti anak kecil, yang membuatku tidak pernah bisa mengalihkan pandanganku darinya.”

“Hyukjae-ssi…” gumammu pelan, jujur saja rasa haru tengah menyelimuti seluruh hatiku saat ini.

“Hwang Seulra-ssi, bolehkan aku menyukaimu?”

Ya Tuhan… bagaimana ini? Rasanya batinku tergelitik, tanpa sadar aku telah terbius oleh tatapan matanya, dan dnegan yakin bisa kukatakan bahwa sepenuhnya Hwang Seulra telah memberikan hatinya pada seorang Lee Hyukjae. Jadi… bisakah kuserahkan seluruh kebahagiaanku padanya?

~End of Flashback~

Aku tersentak saat merasakan sepasang tangan kekar melingkar di perutku.

“Apa yang sedang kau pikirkan? Hemmm…?”

“Tidak ada.”

“Jangan bohong, aku yakin kau pasti cukup lama berdiri di sini.”

Aku terkekeh pelan, “Ternyata aku memang tidak pernah bisa berbohong ya?”

“Hemmm… begitulah…” gumamnya seraya menyandarkan dagunya di pundakku. “Lalu, apa yang mengusik pikiranmu?”

“Hanya merasa… waktu cepat sekali berlalu.”

“Benar juga, besok kita sudah harus kembali ke Seoul. Apa perlu kita perpanjang acara Honeymoon kita? Kau tenang saja aku bisa menghubungi Jihee sekarang.”

Dengan cepat kucubit lengannya, “Oppa, jangan menyusahkannya lagi!”

“Aku tidak menyusahkannya, aku menyayanginya.”

“Dengan mengalihkan semua tugas sebagai ‘direktur sementara’ padanya?”

“Hei… ingat, dia yang menawarkan diri.”

“Oppa pikir apa lagi yang bisa dilakukannya saat sang ‘direktur utama’ dengan seenaknya memutuskan akan melakukan perjalanan selama seminggu penuh?”

“Hahaha… kau juga tidak keberatan bukan?” kulihat dia mengerlingkan matanya, membuatku mau tidak mau mulai terkekeh pelan.

Kami saling berpandangan untuk waktu yang cukup lama, dan entah siapa yang memulai lebih dulu karena saai ini kami berdua tengah menikmati sebuah ciuman pagi yang terasa sangat manis.

 

“Yak, cukup.” aku mendorong bahu telanjangnya pelan.

“Ra-ya…” rengeknya manja.

“Oppa belum sikat gigi.”

“Kau terlambat menyadarinya, sayang…”

Kuputar kedua bola mataku. “Cepat mandi.” aku mulai mendorong punggungnya.

“Ku anggap ini sebagai berhutangmu padaku, Ra-ya.”

Tanpa menunggu suara protes yang akan kuucapkan Hyukie Oppa telah berjalan ke arah kamar mandi. Dan aku hanya bisa tersenyum, menatap punggung itu hingga menghilang di balik pintu.

 

Kembali kualihkan pandanganku pada lautan luas yang diiringi dengan melodi indah yang tercipta dari suara halus desiran ombak.

Tanpa sadar aku terkekeh pelan karena berbagai ingatanku sendiri.

Dulu…

Dulu sekali, jauh sebelum aku bertemu dengannya, seringkali terlintas pertanyaan dalam benakku, apa sebenarnya hakikat dari kebahagiaan? Begitu sulitkah untuk mencapai sebuah kata kebahagiaan? Bisakah suatu saat nanti aku merasakan sebuah kebahagiaan yang sejati?

Well, bukan berarti kehidupanku selama 19 tahun -sebelum bertemu dengannya- tidak bahagia, hanya saja… kali ini aku merasakan sebuah kebahagiaan yang jauh lebih sempurna.

Ya, kini telah kusadari sepenuhnya…

Kebahagiaan bukan tentang bagaimana kita melihat bagaimana kesempurnaan orang lain, bukan tentang keinginan untuk menjadi seperti orang lain, karena pada dasarnya kebahagiaan itu begitu sederhan, dan bisa dengan mudah kita temukan disekitar kita.

Dan bagiku…

Hanya dengan memandang wajahnya, melihat senyumannya, sekedar mendengar suara gelak tawanya, mengetahui dia dalam keadaan baik-baik saja, sudah cukup untuk membuat seluruh hidupku terasa begitu sempurna. Jadi… tanpa sedikitpun keraguan -dalam hatiku- bisa kukatakan dengan pasti bahwa aku bahagia dengan seluruh hidupku.

 

*** The END ***

 

Akhirnya kelarrrr… *Tebar bunga bangkai(?)*

Pendek? Emang sengaja mau bikin yang super pendek kok buahahaha…#Plakkk…

Well, This is Special for you Hwang Seulra-ya… 😀

~Happy Birth Day~

~Wish You All The Best~

Semoga makin langgeng ma Oppaku(?)

Oya, aku masih setia menunggu YunJiHae darimu lho… fufufu~

 

8 comments on “«» Happiness «»

Tinggalkan komentar