«» {Freelance} About Destiny ® Chapter 8 «»

Author : Rinko aka Kou Ichigo

Main Cast : Lee Jihee

                     Lee Donghae as Hae Lee

                    Jung Yunho as Yunho Asano

Genre : Drama-Romance / Straight

Rated : PG-13

Length : Chaptered

=================

 

Yunho Asano POV

 

Sudah lama aku duduk di balkon Apartemenku sambil menatap foto. Aku bingung. Marah, tapi tidak tahu pada apa. Kesal, tapi tidak mengerti kenapa. Rindu, tapi tidak tahu ke siapa. Kenapa jadi serumit ini?

Aku menghela napas panjang lalu mulai menatap langit. Aku ingin bercerita panjang lebar tentang situasiku, tapi lagi-lagi buntu karena tidak tahu harus mulai dari mana karena ending-endingnya aku akan mulai menyalahkan apapun dan siapapun, padahal aku tau dengan pasti tidak ada yang bersalah di sini.

Aku masih menatap langit di bulan Februari ini dan mulai merenung.

Langit yang sama, hidup yang berbeda

Langit yang sama, tempat yang berbeda

Langit yang sama, cerita yang berbeda

Langit yang sama, orang yang berbeda

Walaupun waktunya sudah berbeda, langitnya tetap sama

Jadi, Apa?

Lee Ji Hee POV

 

Aku tidak menangis sama sekali.

Aku tidak tau kenapa aku tidak menangis padahal dadaku sesak. Mungkin dari awal aku berpisah dengan Lee Hae aku tetap berharap kalau suatu hari nanti kami akan bersama juga. Pikiran super bodoh tapi aku selalu percaya itu. aku selalu merasa we are meant to be. Sejak kemarin aku baru tau dan baru mengerti tentang keadaanku yang sebenar-benarnya. Aku baru bisa melihat kenyataan kalau semua harapan bodohku sia-sia. Tidak ada lagi Hae tanpa melukai orang lain, seperti kata Yunho Asano.

Hae masih mencoba menghubungiku tapi aku mencoba bertahan dengan keputusanku untuk tidak terlibat lagi dalam cinta matiku walaupun sebenarnya aku masih cinta mati padanya. Paling tidak aku harus bertindak rasional dan membuktikan pada Yunho kalau aku tidak akan memikirkan diriku sendiri lagi.

Pagi ini aku bertekad untuk memulainya dengan bersemangat. Aku sudah memutuskan untuk melihat ke depan dan mencoba membuka hati lagi. mungkin untuk Yunho Asano. Aku tau rencana ini terkesan luar biasa absurd. Tapi dari pada aku hanya terfokus pada cintaku yang tiada matinya pada laki-laki yang tidak available lagi lebih baik aku mencoba mati-matian mencintai laki-laki yang untuk standar social, NORMAL.

Dirt….dirt….

Ponselku berdengung. Yunho Asano calling. PAS. Kebetulan sekali dia menelponku.

“Yup, hello?”

“Where are you?”

“At my Apartment.”

“Let’s have some breakfast then, if you don’t mind!”

Aku menguatkan hatiku, “Ok then!”

 

Jadilah kami sarapan pagi bersama. Berjanji lagi untuk makan siang bersama. Kemudian tanpa sengaja bertemu waktu makan malam. Dan berlanjut lagi pada sarapan keesokan harinya. Besoknya lagi. dan besoknya lagi. hamper 5 hari.

 

“Kenapa akhir-akhir ini aku selalu melihatmu bersama Asano, apa ini berarti kalian sudah berkencan?” Yuno Mills memandangku curiga.

Aku tertawa kecil melihat tingkahnya, “Aku tidak yakin kami berkencan. Mungkin lebih tepat kalau aku bilang kami mencoba akrab satu sama lain.”

“Dengan tujuan akhir apa? Kalian saling mencintai dan akhirnya menikah begitu?”

Lagi-lagi aku tertawa, “Yuno, pikiranmu terlalu jauh. Tujuan utamaku sekarang hanya ingin menghilangkan Hae dari kepala dan hatiku, itu saja!”

“Is it work?”

Aku mengerucutkan bibirku, “Yes. Not significant but at least I don’t feel sorry for my wasted love. I’m trying to let go everything that had happened.”

Yuno terpaku menatapku.

“What?” tanyaku.

“Oh My God……you are change!”

Aku membulatkan mataku menatapnya, “Berubah di bagian mana? Aku tidak merasa berubah sama sekali.”

“Kau jauh lebih bijaksana….. ternyata Asano bisa membawa angin baik untukmu!”

Aku mencibir, “Apa maksudmu? Seingatku aku selalu dalam keadaan yang baik, sempurna dan maksimal!”

“By the way Miss Lee, here he comes.” Dia berkata tiba-tiba dan mulai beranjak dari tempatnya duduk.

“Who?” tanyaku tidak mengerti.

“Your man…” dia berbisik.

Sebelum aku mengerti betul maksud dari kalimat Yuno Mills, jendela kaca besar di depan ruangku diketuk, Yunho Asano sudah berdiri di sana sambil melambaikan tangannya dan tersenyum. Aku juga tersenyum. Entah karena hanya untuk membalas senyumnya atau karena kehadirannya yang membuatku senang. Aku tidak yakin.

Bergegas aku mengumpulkan semua barang-barangku, memasukkannya ke dalam tas dan mulai berjalan dengan terburu-buru.

“Ada apa?” tanyaku begitu berdiri di hadapannya.

“Aku butuh belanja. Lemari esku sudah kosong. Mau menemaniku?” tanyanya dengan nada memelas.

Aku tersenyum kecil, “Man, you are hopeless without woman!”

Dia terkekeh mendengarnya.

Jangan Tanya sejak kapan pola hubungan kami berubah karena aku juga tidak tahu!! Sikap sembrono dan menyebalkan Yunho raib entah kemana. Aku juga tidak yakin kapan dia mengubah sikapnya padaku. Aku malah lebih tidak tahu lagi sejak kapan aku menyesuaikan diri dengan semua sikap Yunho karena tiba-tiba aku mendapati diriku tidak lagi membenci Yunho seperti dulu.

 

“Memangnya kau mau membeli apa?” tanyaku kemudian begitu kami sudah tiba di depan mini market.

“Aku sudah membuat daftar…” dia mengeluarkan catatan panjang dari dalam sakunya.

Aku melotot, “Kau mau membeli semua barang ini?” tanyaku tidak percaya, barang-barang yang dia beli sangat banyak, “memangnya kau mau membuat pesta?”

“Tidak juga.”

“Lalu?”

“Aku hanya ingin membuat persiapan siapa tau kau tiba-tiba ingin datang ke apartemenku dan memasak untukku.” katanya tenang.

Aku menoleh cepat, “Haaa?”

Dia menatapku dengan datar, “Kau tidak salah dengar kok!”

Aku masih terpaku. Sampai sekarang aku tidak pernah berhasil menerka kepribadian Yunho Asano. Dia terlalu abu-abu. Tidak hitam, tidak juga putih. Tidak bisakah dia mengatakan sesuatu dengan cara yang sederhana saja? Lalu yang tadi itu maksudnya apa?

“Kenapa kau berhenti?”

Buru-buru aku mengejarnya tapi memilih untuk tidak komentar dengan kalimat yang dia katakan tadi. aku tidak berani menerka jadi lebih baik tidak usah direspon.

“Menurutmu, kalau untuk makan malam lebih cocok steak atau soup jamur?” tanyanya serius. Dia mulai memilih-milih jamur.

“Eng…..Soup jamur yang bagaimana?” aku ikut memilih-milih jamur yang ada.

“Yang mengenyangkan…”

“Kau kan orang Jepang, kenapa tidak membuat Nabe saja?” usulku.

Dia menimbang-nimbang, “Kau tau membuat Nabe?”

“Nabe versiku…”

Dia mengangguk, “Oke, kelihatannya Nabe oke juga buat nanti malam. Bantu aku memilih bahan-bahan..”

Maka mulailah kami memburu bahan untuk Nabe. Mencari jamur yang pas (pilihan jatuh ke jamur enoki dan shitake), memilih jenis tahu, sayur, mie, daun bawang, dan berdebat sengit di area daging. Dia ngotot dengan daging sapi sedangkan aku lebih memilih daging ayam dan bakso ikan, padahal ini kan untuk makan malamnya, bukan makan malamku, tapi aku memikirkan factor kesehatan juga. Masing-masing dari kami tidak ada yang mengalah hingga pelanggan lain menatap kami dengan heran.

 

“Asano?”

Serempak aku dan Yunho berhenti berdebat dan menatap si pemilik suara. Seorang perempuan Asia, berambut panjang bergelombang, dan cukup trendi. Aku belum pernah melihatnya.

Yunho tersenyum kecil, “Hyun Gi? Hei….aku tidak tau kalau kau berbelanja di Leiden.”

Dia berjalan mendekat, mengangguk padaku dan tersenyum ramah, “Aku sedang menginap di rumah temanku, aku juga akan berkunjung ke rumah kakakku makanya berbelanja di Leiden.”

Yunho mengangguk.

“Aaah, inikah tunanganmu itu?”

Aku terbatuk!! Kenapa isu ini kencang sekali? Siapa dia?

Yunho mendekatiku dan mulai menepuk-nepuk belakangku dengan lembut, “Iya, dia tunanganku. Namanya Ji Hee, Lee Ji Hee!”

Dia menatapku gembira, “Kau orang Korea juga? Hai, aku Shin Hyun Gi. Annyong Haseyo…”

Aku tersenyum, mencoba mengimbangi cerianya, “Annyong, Aku Ji Hee. Senang berkenalan denganmu..”

“Ingin sekali aku ngobrol banyak-banyak, tapi waktuku tidak banyak. Kenapa kalian tidak datang saja ke rumah kakakku nanti malam?”

Aku mengerutkan keningku lalu menatap Yunho, “Sepertinya tidak, kami punya acara sendiri.” Yunho menjawab.

“Sayang sekali, padahal aku yakin Miho pasti senang.”

Aku mengerjab. Dia bilang Miho?

“Kalau begitu, aku pergi duluan. Really nice to meet you Ji Hee.” Pamitnya sebelum pergi.

 

Aku menoleh menatap Yunho yang juga sedang menatapku, lebih pas sedang menilaiku, “Dia Hyun Gi, adiknya Miho, istrinya Lee Hae.” Jelasnya.

Aku mengangguk kecil. Lagi-lagi!! dunia memang terasa jadi betul-betul sempit kalau berkaitan dengan Lee Hae.

“Kenapa?” tanyanya, nadanya mulai terdengar tidak ramah.

“Moodmu pasti langsung berubah kalau berbicara tentang Hae padahal dia kan temanmu.”

“Aku tidak menyukainya.” Dia bekata dingin.

Aku mengernyit, heran dengan kalimatnya, “Kau terlihat begitu akrab dengannya waktu di La Café dulu…”

“Itu dulu, sebelum aku tau hubungan kalian….”

Aku mengernyit lagi, “Aku tidak mengerti, seharusnya hubunganku dengan dia tidak mempengaruhi pertemanan kalian. Aku ya aku, kalian ya kalian….”

“Aku tidak bisa tidak mempertimbangkan keegoisannya dan ketamakannya untuk memiliki kau dan Miho sekaligus!!”

Aku menatapnya tidak percaya tapi tidak tahu harus mengatakan apa.

Dia menghela napas panjang, menunduk sejenak lalu menatapku, “Maafkan aku. Aku tidak seharusnya berkata seperti itu.”

Aku diam, pura-pura sibuk memilih daging ayam, kemudian dengan sangat tenang, Yunho memasukkan daging sapi ke dalam trolley belanja dan langsung melenggang ke kasir, “Aku lebih suka daging sapi.” Katanya.

Aku mendengus tapi tidak mencoba ngotot lagi.

 

Sementara dia membayar, aku menunggu di depan sambil memperhatikan situasi dari balik jendela mini market. 5 menit kemudian, Yunho selesai. Dia mengulurkan satu tas kanvas padaku, satunya lagi tetap di genggamannya.

Aku menerima tas belanja itu dengan sedikit bingung, “Kau mau aku bawakan tas ini karena belanjaanmu terlalu banyak begitu?”

“Bukan.”

Aku mengerutkan keningku, tambah tidak mengerti, “Lalu?”

“Aku akan ke tempatmu untuk makan malam, kau bilang kau bisa membuat Nabe versimu jadi aku ingin mencicipinya.”

Aku melotot, “Hei,,,itu keputusan sepihak!” protesku.

Dia tersenyum, “Ayo kita pulang. Kau harus siap-siap!”

Aku berdecak kesal tapi tidak bisa mengelak.

 

Sampai di apartemen, aku langsung menuju dapur. Mengeluarkan hasil belanjaan tadi, memisahkannya ke wadah yang berbeda-beda dan mulai mencucinya dengan bersih. Sebelum memulai menyiapkan bahan, aku menarik celemek yang tergantung di samping lemari dan menggulung rambutku agar tidak mengganggu. And here we go!

Membuat Nabe tidak sulit, apalagi Nabe versiku. Jadi, semua sayuran dan jamur shitake kupotong sesuai selera lalu tinggal membuat kuah Nabe dari air dan kaldu, kutambahkan sedikit jeruk nipis untuk menambah rasa. Daging sapi yang dipilih Yunho daging sapi muda yang cepat masak seperti yang digunakan di Shabu-Shabu. Aku menatap masakanku dengan sedikit ragu, ini Nabe versiku—tentu saja berbeda dengan Nabe yang lain. Aku belum pernah memesan Nabe di rumah makan. Aku hanya pernah melihat Hiromi membuatnya. Semua sudah tersaji di meja lengkap dengan api kecil untuk membuat Nabe tetap panas.

TRIIIITTTTT…..

Yunho sudah datang. setengah berlari aku membuka pintu, “Untunglah kau sudah datang, aku sudah kelaparan.” Keluhku cepat.

Dia tersenyum kecil, “Maafkan aku. Aku juga kelaparan…”

Dan begitulah. kami langsung menuju meja kecilku, mengabaikan sofa dan memilih duduk melantai serta mulai makan sambil bicara ini-itu hingga Nabe tandas tidak bersisa.

 

“Kita betul-betul kelaparan!” komennya.

Aku mengangkat bahu, “Mau bagaimana? Musim seperti ini membuat manusia ingin yang hangat2 kan?” aku mulai membereskan mangkuk-mangkuk serta gelas dan menaruhnya di wastafel.

“Biar aku yang mencuci, kau sudah memasak tadi. “

Aku mengerutkan keningku tapi tidak membantah. Sedikit terkejut dengan tingkahnya. Tidak ada teman laki-laki-ku yang mau mencuci piring kecuali Yuno Mills. Hebat!

“Ngomong-ngomong, apa Hyota dan Ri Young punya rencana untuk menikah?” tanyaku penasaran.

“Seharusnya kau bertanya pada mereka, bukan padaku.”

“Tapi kan Hyo itu sepupumu!”

“Memang, tapi tidak berarti aku harus tau semuanya kan?”

“Aku hanya berharap mereka menikah.”

“Kenapa?”

“Yaaa, supaya aku tidak repot-repot berkenalan lagi dengan pasangan mereka nanti bukan?”

“Hyota tidak akan selamanya tinggal di sini.”

Aku menatapnya bingung, “Apa Hyo harus kembali ke Jepang?”

“Mungkin saja, Hyo itu anak pertama dari paman Tadanobu jadi dia bertanggungjawab untuk meneruskan usaha keluarga…….”

“Kenapa bukan kau saja?”

Yunho tesenyum sendu, “Tokyo tidak bagus untukku!”

Aku mengerutkan keningku, “Haaaa???”

Dia tersenyum lagi, “Well, sudah jam segini. Aku harus pulang!”

Aku melirik jam, sudah jam 9.

“Terima kasih untuk Nabenya.”

Aku mengangguk, “Giliranmu yang memasak!”

Dia tertawa kecil. Begitu sampai di pintu dia berbalik, menatapku dengan ragu.

“Yup, good night!” kataku.

Tanpa kusangka dia memelukku, lalu mengecup pipiku, “Selamat malam.”

Aku bengong. Sedikit merasa aneh! Tapi orang Belanda memang begini kan? Kau tidak perlu berpikir yang tidak-tidak Ji Hee! Aku mengingatkan diriku sendiri.

Author POV

Rumah keluarga Lee

19.30

 

Hyun Gi mulai membantu Miho mengatur meja untuk makan malam mereka, sedangkan Hae sedang berkonsentrasi penuh membuat Haemi tertawa dengan memasang tampang-tampang lucu.

“We are ready dear…” Miho memanggil.

Hae mulai beranjak menuju ke meja makan dan mendudukan Haemi ke tempat duduknya.

“Kalian tau, tadi aku bertemu dengan Yun Asano.” Hyun Gi berkata riang.

Spontan Hae dan Miho menatap Hyun Gi dengan ekspresi berbeda, “Benarkah?”

“Iya..dia bersama tunangannya itu, siapa namanya Ji Hee?? Aku tidak tahu kalau dia juga orang Korea.”

Hae tidak berkata apa-apa.

“Dia cantik kan?” Miho terlihat antusias, “Bukankah mereka berdua terlihat sangat serasi”

Hyun Gi mengangguk bersemangat, “Betul sekali. Mereka bahkan terlihat sangat akrab.”

“Memangnya kau ketemu mereka dimana?”

“Mini market. Mereka betul-betul kelihatan seperti pasangan suami istri!”

Hae mendengus tidak suka tapi tidak ada yang memperhatikan.

“Oppa, apa kau tau kapan mereka menikah?” Tanya Hyun Gi berbinar-binar.

“Aku tidak tahu!” jawab Hae

“Bukannya Yun itu temanmu?” kali ini Miho bertanya dengan heran.

Hae tidak menjawab.

“Tapi pasti Yun akan mengundang kalian kan? Kita hanya perlu menunggu!” sambung Hyun Gi lagi.

Hae mencoba menahan emosinya. Dia betul-betul marah.

Pukul 22.00

Apartemen Yunho.

 

Yunho berjalan pelan menuju ke apartemennya, dia terlalu sibuk dengan pikirannya hingga tidak memperhatikan seseorang yang berdiri di depan pintunya. Sepertinya menunggunya. Yunho masih saja tidak memperhatikan hingga orang itu berdiri di hadapannya.

Yunho mengangkat wajah dan menatap lawan bicaranya, “Hae Lee, Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya tidak senang.

Hae Lee menatapnya marah.

 

*** TBC ***

 

“Fiuh…………..akhirnya kelar juga!”

Teruntuk Nimin, cerita ini memang dibuat untuk dirimu! Selamat menerka-nerka.

Tinggalkan komentar